Apakah anemia dapat menyerang anak-anak atau balita ?
Anemia Juga Bisa Menyerang Anak-Anak
Indonesia sebagai negara berkembang ternyata masih memiliki banyak permasalahan gizi, mulai dari kekurangan zat gizi makro maupun gizi mikro seperti anemia. Seperti yang sudah kita tahu anemia dapat terjadi karena kurangnya zat besi didalam tubuh sehingga cadangan zat besi untuk pembentukan sel darah merah di dalam tubuh berkurang yang menyebabkan kadar hemoglobin (Hb) darah kurang dari normal.
Bahkan, penyakit ini tidak hanya menyerang orang dewasa saja, melainkan juga dapat terjadi pada anak balita dan usia sekolah. Hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT) melaporkan kejadian anemia defisiensi besi sebanyak 48,1% pada kelompok usia balita dan 47,3% pada kelompok usia anak sekolah.
Pada fase awal penyakit, anemia pada anak biasanya tidak menunjukkan gejala. Namun jika terus berlanjut atau kadar Hb sangat rendah, kurangnya sel darah merah yang membawa oksigen menyebabkan tubuh kekurangan pasokan oksigen dan organ tubuh tidak berfungsi dengan baik sehingga timbul berbagai gejala seperti anak menjadi mulai lemas, lelah, lesu, kulit terlihat pucat, kuku jari tangan pucat, sesak napas, berat badan tidak naik optimal bahkan dapat terjadi penurunan berat badan. Anak juga rentan terkena infeksi karena menurunnya sistem kekebalan tubuh.
"Anemia pada anak juga dapat menimbulkan perilaku makan yang tidak biasa (yang disebut pica) seperti mengonsumsi es batu, tepung, tanah, rumput, dan daun-daunan. Kondisi ini biasanya pulih setelah anemia teratasi dan anak tumbuh dewasa," ujar Jansen Ongko MSc, RD, selaku konsultan gizi, edukator, pengarang buku dan juga founder dari Lagizi Health & Nutrition Services.
Anemia Defisiensi Besi (ADB) pada anak akan memberikan dampak yang negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, yaitu dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Selain itu berkurangnya kandungan besi dalam tubuh juga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan organ tubuh akibat oksigenasi ke jaringan berkurang.
ADB juga berdampak buruk pada otak karena dapat menyebabkan transfer oksigen terhambat, kecepatan hantar impuls syaraf terganggu, serta gangguan perilaku dan konsentrasi sehingga anak akan, mengalami penurunan daya konsentrasi, daya ingat rendah, dan tingkat IQ yang rendah. Akibatnya penurunan prestasi belajar dan kemampuan fisik pada anak.
Melihat dampak anemia yang cukup serius pada anak, perlu pendeteksi dini agar dapat segera diatasi dengan lebih baik. Kekurangan zat besi merupakan faktor utama AGB, sehingga untuk mencegahnya dengan cara mengajarkan dan membiasakan anak mengonsumsi makan sehat dan bervariasi. Pilih bahan pangan yang tinggi akan zat besi, folat, vitamin B12 dan vitamin C.
Vitamin B12 bermanfaat untuk melepaskan folat sehingga dapat membantu pembentukan sel darah merah. Makanan sumber vitamin B12 adalah daging, susu, dan hati. Sedangkan vitamin C penting dikonsumsi penderita AGB karena dapat membantu penyerapan zat besi. Vitamin C banyak terdapat pada jambu biji, apel, jeruk, dan bayam.
"Zat besi paling banyak terkandung dalam kelompok lauk-pauk, seperti hati, daging sapi, telur, dan ikan sebagai sumber protein hewani yang mudah diserap. Dari kelompok zat tepung, dapat berupa gandum, jagung, kentang, ubi jalar, talas, beras merah atau putih, dan ketan hitam. Dari kelompok sayuran terdiri dari kacang-kacangan, kismis, tahu, dan kacang mete. Dan dari kelompok buah, terdapat pada kurma, apel, jambu, pepaya, belimbing, alpukat, nangka, salak, dan srikaya," tambahnya.
Untuk minuman, pilihlah minuman yang memiliki komposisi zat besi dan zink yang tinggi. Berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG), kebutuhan ideal anak usia sekolah adalah zat besi 10 mg dan zink 11,2 mg. Komposisi ini bisa dilihat kolom nutrisi di setiap minuman.
#anemiabalita #anemia #anakanak
Read More